Sejarah

Sejarah Stasiun Meteorologi Sangkapura Bawean

Stasiun Meteorologi  Sangkapura Bawean terletak di laut jawa tepatnya pada posisi 05° 51′ 3.862” LS dan 112° 39′ 28.662” BT atau + 120 km sebelah utara  kota Gresik dengan elevasi 3 meter di atas permukaan laut. Berdiri di atas tanah seluas 4.493 m2, tepatnya di Jalan Umar Mas’ud Dusun Boom Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur. Didirikan pada tahun 1962 dan telah enam kali mengalami pergantian pimpinan. (1. J.R. Maspaitella, periode 1963-1976 ;2. Ahmad, periode 1976-1981 ; 3. Nono Narjoto, periode 1981-1989 4. Kasimin, periode 1989-1995 ;                          5. Drs. Muhammad Saleh, periode 1995-2011 6. Usman Kholid, M.Si, periode 2012-2018 7. Ahmad Bisri, ST, periode 2018-sekarang. Dalam perjalanan lebih dari setengah abad itu  kegiatan di Stasiun Meteorologi Sangkapura Bawean dari tahun ketahun semakin bertambah sejalan dengan tuntutan pengguna jasa yang meningkat dan beragam khususnya jasa informasi meteorologi sebagai akibat perubahan dan perkembangan lingkungan.  Bertambahnya kegiatan tersebut dilaksanakan seiring dengan era reformasi yang merupakan tuntutan semua pihak dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

J.R. Maspaitella, putra ambon lahir pada tahun 1930 merintis berdirinya Stasiun Meteorologi Sangkapura Bawean pada tahun 1962 (saat itu instansi pusat bernama “Lembaga Meteorologi dan Geofisika”). Melaksanakan kegiatan pengamatan meteorologi, diantaranya suhu udara, tekanan udara, kelembaban, curah hujan, penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin dan perawanan. Sebagai sarana komunikasi untuk pengiriman data menggunakan radio dengan sandi/morse. Bersama seorang pegawai bernama Soetrisno, beliau menerbitkan buku “Tabel Titik Embun” yang masih digunakan sampai sekarang.

Mulai tahun 1976, kepemimpinan J.R. Maspaitella di gantikan oleh pegawai setempat bernama Ahmad. Beliau adalah salah satu pegawai kelahiran Bawean. Bersama 7 pegawai yang lain (Mas’ari ; Mustafa ; Kemas Abdul Syukur ; Rugayah ; Muhammad Saleh ; Mawardi dan Mohamad Syafi”ie) beliau memimpin Stasiun Meteorologi Sangkapura bawean dengan meningkatkan beberapa sarana dan prasarana yang ada. Hal yang menarik pada masa itu adalah kualitas suara radio SSB (Single Side Band) Tranceiver yang bagus, sehingga Stamet Bawean dijadikan “jembatan” oleh stasiun-stasiun lain dalam pengiriman data dan informasi baik ke pusat maupun ke stasiun-stasiun yang lain.

Nono Narjoto, kelahiran Surabaya melanjutkan kepemimpinan Ahmad mulai tahun 1981. Pada masa kepemimpinan beliau, memperoleh tambahan 2 orang pegawai (Wakodim dan Siswanto), dimana setelah keduanya melanjutkan pendidikan di AMG dipindahtugaskan ke stasiun lain.

Berikutnya mulai tahun 1991 kepemimpinan dilanjutkan oleh Kasimin, yang sebelumnya bertugas di Stasiun Meteorologi Perak Surabaya. Karena 2 orang pegawai (Wakodim dan Siswanto) di mutasi, mendapat tambahan lagi 2 orang pegawai (Ida Suhdiana, sekarang dinas di Stamar Klas II Perak Surabaya dan Usman Kholid, sekarang Kasmet Bawean)

Drs. Muhammad Saleh lahir di Bawean Gresik pada tanggal 25 Desember 1955 dipercaya melanjutkan kepemimpinan di Stasiun Meteorologi Sangkapura Bawean setelah dipimpin oleh Bpk. Kasimin. Kepemimpinan putra Bawean ini periodenya cukup lama, yakni sekitar 16 tahun (tahun 1995 s/d 2011). Pada masa kepemimpinan beliau banyak perubahan-perubahan fisik untuk Stasiun Meteorologi Sangkapura Bawean, diantaranya pembangunan gedung Seismic Vault, gedung garasi, Pos Satpam dsb. Termasuk pensertifikatan tanah kantor atas nama Pemerintah RI c.q. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

Setelah masa kepemimpinan Drs. Muhammad Saleh, Bapak Usman Kholid. M.Si., melanjutkan kepemimpinan di Stasiun Meteorologi Sangkapura Bawean mulai tahun 2012-2018.

Berikutnya, Bapak Ahmad Bisri, ST melanjutkan kepemimpinan di Stasiun Meteorologi Sangkapura Bawean mulai tahun 2018 hingga sekarang.

 

 

Sejarah BMKG

Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada tahun 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh         Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca dan geofisika. Pada tahun 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma. Pada tahun 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun pengamatan di Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada tahun 1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta, sedangakn pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada tahun 1928. Pada tahun 1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan menambah jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi mulai digunakan untuk penerangan pada tahun 1930. Pada masa pendudukan Jepang antara tahun 1942 sampai dengan 1945, nama instansi meteorologi dan geofisika diganti menjadi Kisho Kauso Kusho. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, instansi tersebut dipecah menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk melayani kepentingan Angkatan Udara.

Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi dan Geofisika, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia , kedudukan instansi tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta. Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan negara Republik Indonesia dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi jawatan Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia secara resmi masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent Representative of Indonesia with WMO. Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubugan Udara. Pada tahun 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statsunya dinaikkan menjadi suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika, tetap berada di bawah Departemen Perhubungan. Terakhir pada tahun 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun 2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika. (Sumber : BMKG Pusat)